24 Agustus 2010

The Way Of Love Part 3


The Way Of Love [part 3]

Setiba di rumah sakit Kim Bum melihat ibunya terbaring lemah di tempat tidur. Wajah ibunya pucat pasi, melihat keadaan ini Kim Bum langsung mendekat dan menggenggam tangan ibunya. Terdengar tangisan lirih adiknya yang sekarang berada disamping, Kim Bum pun membawa adiknya yang menangis kepangkuannya dan menyuruh adiknya berhenti menangis. Ibunya membuka mata dan tersenyum melihat kehadiran Kim Bum, melihat ibunya membuka mata Kim Bum langsung tesenyum. Ternyata yang menelepon Kim Bum adalah Kim Byul adiknya. Kim Byul mengabarkan kepada kakaknya bahwa Ibunya tiba-tiba pingsan saat membuat kue dagangannya.

“Kamu sudah pulang sekolah Bummie?” Tanya ibunya lemah

“Belum Bu…tapi saya sudah minta izin kok, ibu ga usah khawatir. Bagaimana keadaan ibu? Apa kata dokter tadi?”Tanya Kim Bum balik

“ah..itu, dokter belum bilang apa-apa tentang penyakit ibu, katanya tunggu hasil pemeriksaan darah dari laboratorium dulu”jawab ibunya diselingi dengan batuk

“oh..bagaimana perasaan ibu sekarang?” timpal Kim Bum lagi

“Ibu hanya sedikit pusing…setelah dokter memberi ibu obat sudah agak mendingan” jelas ibunya

“kalau gitu Ibu sekarang istirahat lagi ya...aku dan Byulie akan tetap di sini menjaga Ibu”suruh Kim Bum serambi mengecup lembut kening ibunya.

Nyonya Kim menutup matanya perlahan sambil menahan rasa sakit, tak terasa air mata Kim Bum mengalir, sesegera mungkin ia menyeka airmatanya itu, ia tak mau kalau Byulie adik sematawayangnya itu melihatnya menangis dan ikut bersedih. Kim Bum tertidur disamping ibunya sedangkan Byulie terlelap di sofa yang terletak disudut ruangan tempat Nyonya Kim dirawat. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar yang berhasil membangunkan Kim Bum dari tidurnya. Tanpa menunggu jawaban, orang itu masuk yang ternyata seorang perawat. Pertama-tama perawat itu memeriksa infuse Nyonya Kim yang bergelantungan di sebuah tiang besi lalu suster itu memberi isyarat kepada Kim Bum agar mengikutinya keluar. Suster itu pun keluar dari kamar perawatan, tampak Kim Bum mengekor di belakangnya.

“Ada apa Sus…?” Tanya Kim Bum membuka pembicaraan

“Begini, ibu kamu harus di rawat dulu sampai hasil tes darahnya keluar. O..iya.. Ayah kamu dimana? Saya ingin membicarakan administrasi yang harus di bayar” jelas perawat itu sambil bertanya

“Ayah saya sudah meningggal Sus..”nada Kim Bum datar

“Oh..maaf saya tidak tau..”balas suster

“iya Sus, tidak apa-apa. Langsung bicarakan dengan saya saja Sus” jawab Kim Bum

“Baiklah kalau begitu, hasil tes darah ibu kamu akan keluar tiga hari lagi dan ibu kamu harus di rawat karna keadaan badannya lemah setidaknya hingga hasil tes itu keluar” jawab suster menjelaskan kepada Kim Bum

“Baiklah Sus…kira-kira berapa besar biayanya Sus? ” Tanya Kim Bum

“Satu harinya Rp. 800.000-, sementara ini ibu kamu harus dirawat tiga hari berarti total semua biayanya Rp. 2.400.000-,. Kamu bisa bayar di hari terakhir saja.” Jawab suster itu ramah

“Baiklah kalau begitu suster, saya akan membayarnya tepat waktu…O,iya suster, dari tadi saya belum bertemu dengan dokter yang menangani ibu saya?”ungkap Kim Bum

“Dokter Harif sedang memeriksa pasien yang lain, nanti malam dokter Harif akan memeriksa Ibu mu lagi, jadi tidak usah khawatir” jelas suster

“Baiklah kalau begitu Sus…terimakasih” ucap Kim Bum sambil menunduk

“Iya sama-sama…”jawab perawat itu seraya berlalu pergi meninggalkan Kim Bum

Kim Bum berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit sambil berpikir darimana Ia bisa mendapatkan uang untuk membayar biaya rumah sakit. Kim Bum teringat dengan uang simpanannya di Bank, Kim Bum mempercepat langkahnya menuju kamar inap Ibunya. Ia mengambil tasnya mencari buku tabungannya, setelah dapat Kim Bum langsung membuka dan melihat berapa saldo yang tersisa di tabungannya itu. Saldo yang tertulis berjumlah Rp. 3.300.000-, dan membuat Kim Bum bisa bernafas lega untuk sementara ini. Kim Bum selalu menabungkan setengah gaji kerja sambilannya di bank untuk biayanya nanti masuk perguruan tinggi. Sementara setengahnya lagi di berikan kepada ibunya untuk kebutuhan sehari-hari.

Sementara itu di kelas So Eun melihat suatu barang tergeletak dibawah bangku Kim Bum. Setelah pelajaran usai dan kelas kosong So Eun segera mengambil barang yang ternyata sebuah dompet dan memasukkan kedalam tasnya. Tiba-tiba So Eun mendengar seseorang memanggil namanya dari luar kelas. Dilihatnya , ternyata Geun Suk telah berdiri didepan kelas seraya tersenyum manis kepadanya. So Eun pun membalas senyum Geun Suk sambil berlari menuju pria tersebut. Mereka berjalan menelusuri taman menuju keluar sekolah. Tidak ada satu katapun keluar dari mulut mereka, So Eun sedari tadi hanya memikirkan Kim Bum dan dompet yang ada di dalam tasnya, sedangkan Geun Suk hanya memandangi Hanna yang sepertinya memikirkan sesuatu hal. Sesampai diluar Geun Suk menahan So Eun yang akan masuk ke mobilnya.

“Tunggu dulu my princess…kali ini pulanglah dengan ku, biar ku antar kau pulang”pinta Geun Suk sambil memegang tangan So Eun

“Oh itu…maaf Suk ah.. kali ini aku tidak bisa pulang bareng karena ada pemotretan di puncak”jawab So Eun dengan muka menyesal sambil melepaskan pegangan Geun Suk*alasan doang tuh

“Kalau begitu aku temani saja kamu pemotretannya”ucap Geun Suk bersemangat

“Ah…jangan kemungkinan pemotretan kali ini sampai malam, nanti kamu terlalu lama menunggu. Tidak usah saja”tolak So Eun bohong

“Tidak apa-apa, besok aku akan berangkat ke luar kota selama seminggu untuk mengikuti pelatihan basket nasional. Jadi hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, tenang saja aku akan setia menunggumu”mohon Geun Suk memasang wajah genitnya

“Hah..benarkah kau akan keluar kota selama seminggu?”Tanya So Eun dengan girang

“Mengapa kau senang sekali mendengar kepergianku?” Geun Suk bingung. So Eun tidak langsung menjawabnya, sepertinya ia berpikir sejenak mencari alasan yang tepat.

“Tentu saja aku senang, berarti kamu akan semakin jago main basketnya” jawab So Eun tersenyum lebar

“Bernakah begitu?” Tanya Geun Suk memandang So Eun curiga

“Tentu saja” jawab So Eun singkat

“Jadi, aku boleh menemaimu kan?”Tanya Geun Suk lagi

“Ah…tidak usah saja, kau kan harus mempersiapkan barang mu untuk besok. Kamu harus banyak istirahat biar besok pagi fit, Oke…!. Kalau kamu kangen kan bisa nelpon ato video call”tolak So Eun lagi lagi

“Baiklah…kalau itu mau mu” jawab Geun Suk pasrah

Geun Suk membukakan pintu mobil So Eun lalu mempersilahkan So Eun masuk. So Eun memberikan senyuman manisnya dan masuk ke mobil, lalu Ia menutup pintu mobil. Mobil Honda Jaz berwarna merah ini langsung melaju. Di dalam mobil So Eun berteriak kegeringan tanpa suara, dia sangat senang bisa terlepas dan bebas dari Chandra selama satu minggu ini. Sopir yang sedaritadi sibuk menjalankan mobil melirik So Eun dari kaca depan lalu menggelengkan kepalanya melihat tingkah So Eun. Seketika pergerakan So Eun terhenti, Ia teringat akan dompet yang Ia temukan dibawah bangku Kim Bum tadi. Ia mengambil dompet itu lalu membukanya. Pertama-tama So Eun memperhatikan saku terpanjang tempat meletakkan uang, So Eun hanya mendapati uang 5000 rupiah terselip didalamnya, “miskin sekali anak ini”gumam So Eun. Kemudian So Eun memeriksa saku tempat meletakan kartu-kartu, mulai dari kartu pelajar sampai ATM tampak juga disana, “ternyata dia juga punya ATM juga”pikir So Eun. So Eun mengalihkan pandangannya kesebelah kiri , Ia tersenyum melihat foto yang terpajang di sana. Di amatinya foto itu, Ia melihat seorang wanita yang berdiri anggun dan disebelahnya berdiri lelaki Tampan. “mungkin ini orang tua Kim Bum, dari penampilannya sepertinya dia bukan orang miskin”gumam So Eun. Lalu Ia memandang dua bocah yang berdiri di depan pasangan itu, tampak wanita kecil memakai gaun putih yang indah membuat Ia terlihat cantik dan disebelahnya berdiri pria kecil yang sepertinya umur tidak jauh berbeda, Ia menggunakan stelan jas dan tampak seperti seorang pangeran. “Wah..ini pasti si Kim Bum tengik itu, tapi waktu kecil dia ganteng juga, seperti seorang putra mahkota saja. Jauh sekali dengan sekarang” gumam So Eun lagi.

Setelah puas memandangi foto itu Hanna mencari-cari saku yang mungkin belum Ia periksa. Tidak lama mencari Hanna menemukan sebuah saku kecil di bawah tempat foto itu. Tanpa banyak basa-basi Hanna langsung mengintip saku itu, Ia menemukan sebuah kertas kecil yang bertuliskanmakasih, tapi lain kali aku ga butuh!!!..O..iya satu lagi, makasih juga atas tumpangannya tadi, wajah bodohmu terlihat jelas dari balik kaca helm mu. So Eun merasa tidak asing dengan tulisan itu “tunggu, bukankah ini kertas yang aku kasih ke Kim Bum?, mengapa Ia masih menyimpannya?, di dompet lagi, apakah ini begitu berharga baginya?”, secara bertubi-tubi muncul pertanyaan di benak So Eun yang bingung dengan keberadaan kertas ucapan terimakasihnya di dompet Kim Bum. Sementara di seberang sana Kim Bum tampak kebingungan mencari-cari keberadaan dompetnya. “Bagaimana cara ku untuk mengambil uang, sedangkan kartu ATMku ada di dompet, dan dompet ku kemanasih..aish..aku ini kenapa bisa disaat genting seperti ini berlaku bodoh. Ya tuhan semoga dompetku ketinggalan di rumah atau aku harap di tangan orang yang baik” ungkap Kim Bum

“Bummie…”panggil ibunya meleburkan pikirannya.

“Iya Bu…Ibu sudah bangun rupanya”jawab Kim Bum berlari kecil kearah ibunya

“Pukul berapa sekarang Bum?” Tanya ibunya

“Sekarang jam lima sore Bu…memangnya ada apa bu?”jawab Kim Bum seraya bertanya

“kalau begitu, kamu pulanglah dulu untuk mengambil perlengkapan dan seragammu”suruh ibunya

“ Baiklah Bu...tapi untuk apa mengambil seragamku, aku kan harus menemani Ibu disini besok”.jawab Kim Bum

“Byuliekan ada yang menemani ibu...lagian dia kan juga masuk siang, nanti kamu pulang sekolah, Byulie yang kesekolah kalian kan bisa gantian jagain ibu” kata Nyonya Kim

“o..iya, baiklah kalau begitu bu...aku pergi dulu ya Bu...”jawab Kim Bum sambil mendaratkan kecupan di kening ibunya. Nyonya Kim tersenyum melepas kepergian anaknya itu.

Saat Kim Bum sedang asyik mengendarai motornya di jalan, motor Kim Bum di hadang oleh sebuah mobil yang berhenti di depan motornya. Secepat kilat Kim Bum memencet remnya agar terhindar dari tabrakan. Kim Bum kesal sekali dengan ulah mobil tersebut. Ia membuka helmnya dan segera turun dari motor. Saat Kim Bum berjalan menuju mobil itu dia merasa kenal dengan Honda Jaz merah itu, keluar seorang perempuan cantik dari dalam mobil . Kim Bum terkejut melihat sosok yang keluar dari mobil itu, gadis pujaannya So Eun sekarang sedang melangkah pasti menuju dirinya. Ia pun menghentikan langkahnya karena terpesona melihat So Eun yang berjalan anggun bagai bidadari. Sesegera mungkin Kim Bum merubah ekspresi wajahnya kembali menjadi kesal saat di dapatinya bidadari itu berdiri dihadapannya.

“apa-apan mobil mu itu? Berhenti seenaknya didepan motor orang, kalau terjadi tabrakan begaimana?” ucap Kim Bum tanpa jeda.

“sudahlah nyatanya tidak terjadi tabrakan kan?” jawab So Eun santai

“baiklah...memangnya ada apa?” ucap Kim Bum ketus

“Nih, aku mau mulangin dompet kamu” kata So Eun sambil menyodorkan sebuah dompet ke hadapan Kim Bum

“jadi kamu yang megambil dompet ku?” tuduh Kim Bum seenaknya sambil mengambil dompetnya

“apa? Enak saja kamu nuduh, buat apa aku mencuri dompet yang isinya Cuma 5000 doank. Ga penting banget” jawab So Eun marah

“kamu lihat isi dompet ku?” tanya Kim Bum terkejut

“ya...iya lah” jawab So Eun santai

“kamu ga sopan banget sih, periksa punya orang tanpa izin” kata Kim Bum kesal

“salah kamu sendiri, ngapain ninggalin dompet di bawah bangku” bela So Eun

“mana aku tau, kalau tau udah ku ambil.O..iya, mengapa harus sekarang kamu mulanginnya? Besok kan juga bisa, Hmm jangan-jangan kamu kangen sama aku ya”goda Kim Bum asal. So Eun tidak menjawab dia hanya maju, mendaratkan sebuah jitakan di kepala Kim Bum lalu menginjak kaki Kim Bum. Selesai, So Eun berjalan menuju mobilnya denhan muka kesal meninggalkan Kim Bum yang kesakitan akibat aksinya.

“So Eun...”panggil Kim Bum. So Eun pun menoleh ke Kim Bum masih dengan wajah kesalnya.


“Terimakasih ya...” Lanjut Kim Bum sambil menyunggingkan senyuman mautnya.


So Eun memalingkan wajahnya dari Kim Bum lalu tersenyum lebar sambil berjalan menuju mobilnya, So Eun merasakan sengatan listrik di hatinya. Dia tidak tahu perasaan apa yang sekarang bersarang di hatinya hingga degub jantungnya tak karuan, setelah melihat senyuman Kim Bum tadi. Senyuman itu tidak musnah walaupun Ia telah tiba di rumah. Begitupun dengan Kim Bum yang kali ini seperti orang gila senyam-senyum sendiri mengenang pertengkaran yang indah antara So Eun dan dirinya di jalan. Sepertinya So Eun mulai tumbuh sesuatu perasaan yang aneh, yang membuat Ia bertanya-tanya.

Bersambung

20 Agustus 2010

CERMIN

JADI PNS

Kancang langkah Mangkuto pai ka tampek Pak Sidi, Mangkuto ba mukasuik ka maminjam oto Pak Sidi untuak manjapuik anaknyo ka bandara nan baru pulang dari parantauan. Si Umar anak pak Mangkuto nan tongga babeleang, baru sajo manyalasaian S1nyo di UGM, nasib baik dek si Umar, sakali ikuik tes SPMB lansuangnyo luluih di UGM. Sasampainyo di rumah pak Sidi, Mangkuto lansuang jo mangarucuih masuak kadalam rumah Pak Sidi, lupo nan jo salam.

“Hah! a nan tajadi dek angku ko? Manyarucuih jo masuak ka rumah ambo, indak lo ba salam, dikaja antu angku? Tanyo Pak Sidi ka Mangkuto.

“Maaf kan ambo Pak Sidi, ambo takaja kini a, si Umar anak ambo manalepon tadi, katonyo inyo pulang kampuang kini…” kato Mangkuto sambia tarangah duduak di lantai dek kapanekan.

“ Tu apo urusannyo jo ambo, anak angku nan ka pulang manga rumah ambo nan basarang?tanyo Pak Sidi nan kaheranan.

“indak bantuak itu do pak, ka manga lo ambo manyarang rumah apak. Ambo datang kasiko ba mukasuik maminjam oto Pak Sidi untuak manjapuik anak ambo si Umar di Bandara” jawek Mangkuto.

“Pakai jo lah dek angku oto ambo tu, asa…” sabalum salai pak Sidi bakato manyalo lah Mangkuto.

“Asa apo pak?kok ka mambaih lo, jujur ambo pak, ambo sadang ndak bapitih kini pak. Utang ambo ka si Tanjidin jo alun tabaih lai do pak, masak ka bautang lo ambo ka apak? Salo Mangkuto.

“ Itu maleh ambo ka angku, ambo alun salasai mangecek lah angku salo jo, mukasuik ambo tu, asa angku nan mambali minyak oto tu, bao lah dek angku oto ambo tu” jawek Pak Sidi

“Ooo…kok baitu mukasuik Pak Sidi sanang jo lah hati ambo, kok ka bali minyak Alhamdulillah lai jo sampai pitih ambo” jawek Mangkuto

Sambia manunggu pak Sidi kalua dari kamar, Mangkuto maliek-liek foto-foto nan tagantuang didindiang ruang tamu Pak sidi. Ndak lamo sasudah tu, kalua lah Pak Sidi dari kamarnyo nan indak jauah dari ruang tamu.

“ko kunci oto ambo” kato pak Sidi manyarahan kunci oto ka tangan Mangkuto,”tolong angku jago elok-elok oto ambo ko, jan angku lupo maisi minyaknyo”tambah Pak Sidi.

“Iyo pak, insyaAllah ambo jago oto apak jo saganok jiwa raga ambo” jawek Mangkuto sarato jo galak sengeangnyo.

Bagageh lah mangkuto pai ka garasi pak Sidi untuak maambiak oto, sasudah dibukaknyo pintu oto,lansuang ma hambuah nyo ka ateh oto, diiduik an nyo masin oto tu, lansuang nyo gas manuju rumahnyo. Sasampai nyo dirumah,turunlah si Mangkuto dari oto, sambia basorak mamanggia bininyo si Baeram.

“ Baeram…O…Baeram…” pakiak Mangkuto.

“alun jo siap adiak manih uda ko lai do? Tapi awak pai manjapuik si Umar. Alah uda pinjam oto ka Pak Sidi, capeklah basegeh lah Baheram lai!” pintak Mangkuto.

“iyo da, tunggu sabanta!” baleh Baeram.

Sambia manunggu Baeram kalua, pangana Mangkuto lah tabang ka anaknyo. Mangkuto baharok bana Si Umar ka manjadi PNS di kampuangnyo, takanalah apo nan di katokan konco-konconyo di lapau Tanjidin tadi malam, kalau nio hiduik bakacukuikan la jadi lah PNS, karajo sanang, kok ndak masuak gaji ndak ka bakurang, sampai bauban gaji pansiun tetap mangalia ka tangan. Kok ka mati indak manyusahan urang. Karano pakecekan konco-konconyo tu, tabayang lah dek Mangkuto sanangnyo hiduik Si Umar kalau manjadi PNS.

Mulai kini batekad lah Mangkuto manyuruah anaknyo Si Umar manjadi PNS. Buliah ndak samo nasib Si Umar jo hiduiknyo kini. Mangkuto bakarojo jadi kuli angkek di Balai, sadangkan si Baeram bajaga ketek-ketek di muko rumahnyo. Dari situlah biaya Si Umar sakolah, kadang ndak jarang pulo Mangkuto maminjam pitih kasinan-kamari untuak kadikiriman ka Si Umar. Kalau Si Umar jadi PNS bararti inyo bisa “mambangkik batang tarandam”, baitulah pangana Mangkuto. Sasudah Baeram masuak, tanpa baso-basi malajulah oto kijang Kapsul punyo Pak Sidi manuju Bandara Internasional Minangkabau.

Sasudah basobok jo bujang tungga babeleangnyo, malapeh taragaklah Mangkuto jo Baeram ka Si Umar, nan salamo tigo satangah tahun ndak pulang-pulang.Basilang tigo hari, basiaplah Mangkuto manyampaian apo nan di bayangannyo tentang PNS. Duduaklah Mangkuto disampiang Si Umar nan sadang mambaco buku. Di pandang-pandangnyolah anaknyo, sambia bapikia kiro-kiro lai namuah anaknyo tu manjadi PNS.

“Mar…kiro-kiro kama pangana Umar salanjuiknyo? Tanyo Mangkuto mambukak percakapan.

“Pangana… makasuik Ayah karajo? Baleh Si Umar.

“Iyo…itu makasuik Ayah, nio karajo apo Umar ? Jawek Mangkuto.

“Rencana Umar ka malanjuikkan S2 ka Australia Ayah, sabalum pulang Umar mancalonkan diri untuak mandapekan beasiswa ka sinan, baa manuruik ayah lai katuju? Kato Umar.

Tasintaklah Mangkuto mandanga jawek anaknyo. Ndak disangkonyo jawek samacamtu kalua dari muluik anaknyo. Tapikia dek Mangkuto bara banyak pitih nan harus ka disiapannyo untuak anaknyo pai baraja ka Australia. Tambah karehlah hati Mangkuto untuak mamujuak anaknyo manjadi PNS.

“Ayah satuju samo rencana Umar, tapi indak tapikia dek Umar biayanyo kasitu? sadangkan Umar tau karajo ayah bantuak iko. Manuruik ayah alangkah baiaknyo kalau Umar ikiuk tes CPNS bulan bisuak. Kalau Umar jadi PNS hiduik Umar sanang, ndak sarupo ayah manjadi kuli di Balai. Umar bisa “mambangkik batang tarandam”, itu nan di kecekan kawan-kawan Ayah wakatu Ayah minum kopi di lapau Tanjidin”. Jawek Mangkuto

“Iyo Yah…Umar tau makasuik Ayah rancak, tapi Umar ndak lo namuah manyio-nyioan kesempatan sakali saumua hiduik, patang Umar di talepon dek dosen Umar di UGM katonyo Umar mandapekkan beasiswa ka Australia. Ayah ndak paralu takuik pakaro dana, karano iko beasiswa. Bahkan Umar disitu diagiah fasilitas. Jadi, awak ndak paralu mambaih apo-apo, paliangan mamikian balanjo jo makan. Umar takana hadist Nabi nan mangecekan bahwa nan kadibao mati tu ado tigo, nan partamo amalan jahiriah, kaduo doa anak shaleh, dan nan katigo ilmu nan bermanfaat. Kalau Umar pai ka Australia manambah ilmu, mungkin pulang dari situ Umar bisa labiah bermanfaat untuak urang banyak. Ayah ndak usah takuik pakaro karajo, karano Umar lah ditarimo karajo di Perusahaan di Yogja, InsyaAllah Umar lah bisa mangiriman pitih untuak Ayah jo Bundo tiok bulannyo, karano Umar sakolah sambia karajo” ciloteh panjang Umar manjalehan

Gadang hatilah Mangkuto mandanga jawek anaknyo nan samacam tu, ndak takana deknyo tentang PNS nan dibangga-banggakan ka anaknyo tadi. Ndak taraso tajatuah aia mato Mangkuto dek sanang hati jo gadang bangga ka anak tongga babaleangnyo. Dalam pangana Mangkuto kini, ndak sio-sionyo manyakolahan tinggi-tinggi anaknyo, bialah lindang tandeh badan ko asakan anak bisa sakolah. apo lai mandanga Si Umar manyabuikan hadist Nabi tadi ndak tahinggo gadang hati Mangkuto, dipaluaknyolah anak kebanggaanyo tu.

*TaMat=